Diceritakan dalam sebuah momen perjalanan bersama Rasulullah, para sahabat pernah menyaksikan seekor humarah (semacam burung emprit) bersama dua anaknya. Entah dengan alasan apa, para sahabat tiba-tiba mengambil kedua anak burung humarah tersebut. Tentu saja sang induk humarah berontak dan mengepak-ngepakkan sayapnya kepada para sahabat.
Rasulullah yang saat itu sedang membuang hajat tak tahu apa yang dilakukan para sahabatnya. Ketika kembali, beliau pun seperti terkejut lalu berseru kepada para sahabat, “Siapa yang mengusik burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikan anak burung itu kepada induknya!”
Belum lama Nabi berhenti menasihati para sahabat, beliau melihat lagi peristiwa yang ganjil: sebuah sarang semut yang hangus terbakar.
“Siapa yang telah membakar sarang ini?” Tanya Rasulullah
“Kami,” aku para sahabat Nabi.
“Sungguh, tidak pantas menyiksa dengan api kecuali Tuhan pencipta api,” sabda Rasulullah. Demikian cerita yang termaktub dalam hadits riwayat Abu Dawud.
Para sahabat nabi memang bukan orang-orang yang maksum atau terbebas dari dosa. Tetapi, dari kekeliruan merekalah Rasulullah memberikan sejumlah pelajaran kepada umatnya. Salah satu contohnya tingkah para sahabat yang mengganggu induk burung dan anak-anaknya, serta menghanguskan kerajaan semut membuat Rasululah merasa perlu untuk menegur dan menasihati.
Dari cerita nabi yang memperingati kepada para sahabatnya adalah bukti betapa Islam sangat menghargai binatang dan kehidupannya, sekecil apapun bentuknya. Islam mengizinkan manusia membela diri tatkala diserang binatang yang mengancam keselamatan fisik dan jiwanya. Namun, Islam melarang pemeluknya untuk berbuat semena-mena terhadap binatang, baik untuk melampiaskan amarah ataupun keisengan belaka.
Binatang, sebagaimana manusia, adalah makhluk Allah rabbul ‘âlamîn. Bahkan, binatang-binatang dianugerahi kemampuan untuk bertasbih—dengan caranya sendiri. “Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Ash-Shaffat: 1). Jika terhadap binatang saja manusia dilarang keras berlaku lalim, apalagi terhadap sesama manusia? (Mahbib).